1.
Pengertian
Aliansi
Aliansi adalah gabungan antara dua kelompok
menjadi satu yang bertujuan untuk menjalankan kegiatan menjadi lebih baik lagi
karena adanya kerjasama diantara mereka. Kerjasama tersebut dilakukan untuk
mendapatkan hasil yang lebih besar daripada sebelum melakukan aliansi.
Aliansi strategis adalah kerjasama antara
beberapa pihak untuk mencapai sebuah tujuan yang sama dan melindungi para
anggota aliansi tersebut dari berbagai ancaman bahaya yang bisa menghalangi
tujuan para aliansi. Aliansi strategis pada
umumnya terjadi pada rentang waktu tertentu, selain itu pihak yang melakukan
aliansi bukanlah pesaing langsung, namun memiliki kesamaan produk atau layanan
yang ditujukan untuk target yang sama. Dengan melakukan aliansi, maka
pihak-pihak yang terkait haruslah menghasilkan sesuatu yang lebih baik melalui
sebuah transaksi. Rekanan dalam aliansi dapat memberikan peran dalam aliansi
strategis dengan sumberdaya seperti produk, saluran distribusi, kapabilitas
manufaktur, pendanaan proyek, pengetahuan, keahlian ataupun kekayaan
intelektual. Dengan aliansi maka terjadi kooperasi atau kolaborasi dengan
tujuan muncul sinergi.
2. Keuntungan
Aliansi Strategis
Keuntungan
aliansi strategis antara lain:
a) Memungkinkan partner untuk konsentrasi
pada aktivitas terbaik yang sesuai dengan kapabilitasnya.
b) Pembelajaran dari partner dan
pengembangan kompetensi yang mungkin untuk memperluas akses pasar.
c) Memperoleh kecukupan sumber daya dan
kompetensi yang sesuai agar organisasi dapat hidup.
3. Penggunaan
Aliansi Strategis
Aliansi
strategis pada umumnya digunakan perusahaan untuk:
a) Mengurangi biaya melalui skala ekonomi
atau pengingkatan pengetahuan.
b) Meningkatkan akses pada teknologi baru.
c) Melakukan perbaikan posisi terhadap
pesaingMemasuki pasar baru.
d) Mengurangi waktu siklus produk.
e) Memperbaiki usaha-usaha riset dan
pengembangan.
f) Memperbaiki kualitas
4. Perencanaan
Aliansi yang Berhasil
Pemikiran
mendalam tentang struktur dan rincian bagaimana aliansi akan dikelola perlu
mempertimbangkan hal berikut dalam perencanaan proses aliansi. Korporasi
terlebih dahulu mendefinisikan outcome yang
diharapkan melalui hubungan aliansi strategis dan menentukan elemen-elemen apa
saja yang dapat disediakan oleh masing-masing pihak dan keuntungan yang akan
diperoleh. Korporasi juga perlu terlebih dahulu melakukan proteksi atas
berbagai hak kekayaan intelektual (HAKI) melalui kesepakatan dan perjanjian legal.
Korporasi juga harus sejak awal menentukan pada layanan atau produk apa yang
akan dijalankan. Setelah beberapa kajian tersebut dilakukan, proses pembentukan
aliansi strategis dapat melalui tahapan berikut:
a) Pengembangan Strategi
b) Penilaian Rekanan
c) Negosiasi Kontrak
d) Operasionalisasi Aliansi
e) Pemutusan Aliansi
5. Tipe Aliansi
Strategis
Ada empat tipe aliansi strategi, yaitu:
a) Joint venture adalah aliansi strategis dimana dua
atau lebih perusahaan menciptakan perusahaan yang independen dan legal untuk
saling berbagi sumber daya dan kapabilitas dengan mengkombinasikan sebagian
aktiva mereka untuk mengembangkan keunggulan bersaing.
b) Equity strategic alliance adalah aliansi strategis dimana dua
atau lebih perusahaan memiliki persentase kepemilikan yang dapat berbeda dalam
perusahaan yang dibentuk bersama namun mengkombinasikan semua sumber daya dan
kapabilitas untuk mengembangkan keunggulan bersaing.
c) Nonequity strategic alliance adalah aliansi strategis dimana dua
atau lebih perusahaan memiliki hubungan kontraktual untuk menggunakan sebagian
sumber daya dan kapabilitas unik tanpa berbagi ekuitas untuk mengembangkan
keunggulan bersaing.
d) Global Strategic Alliances adalah kerjasama secara partnerships
antara dua atau lebih perusahaan lintas negara dan lintas industri.
- Alasan Aliansi Strategis
Pasar
|
Alasan
|
Siklus
Lambat
|
|
Siklus
Standar
|
|
Siklus
Cepat
|
|
- Strategi Aliansi Tingkat
Bisnis
a) Aliansi Komplementer. Dirancang untuk mengambil
keunggulan dari peluang-peluang pasar dengan mengkombinasikan aktiva-aktiva
dari perusahaan-perusahaan yang menjadi mitra dengan cara-cara yang saling
melengkapi untuk menciptakan nilai baru.
b) Aliansi Strategis
Komplementer Vertikal.
c) Aliansi Komplementer
Horisontal.
d) Strategi Pengurangan
Persaingan. Dalam
banyaknya persaingan, banyak perusahaan berusaha untuk menghindar dari
persaingan yang merusak atau berlebihan. Salah satunya adalah dengan kolusi
implisit atau toleransi mutual.
e) Strategi Tanggapan
Persaingan. Perusahaan
menggabungkan kekuatan untuk merespon tindakan stratejik pesaing lain.
f) Strategi Pengurangan
Ketidakpastian. Aliansi
strategis juga digunakan untuk mempertahankan diri dari risiko dan
ketidakpastian khususnya dalam pasar-pasar siklus cepat.
- Strategi Aliansi Tingkat
Perusahaan
Dirancang untuk memfasilitasi diversifikasi pasar
dan/atau produk.
a) Aliansi Strategis
Diversifikasi. Memungkinkan
suatu perusahaan untuk memperluas ke produk atau wilayah pasar baru tanpa
melakukan merger atau akuisisi.
b) Aliansi Strategis
Sinergistik. Menciptakan
ruang lingkup ekonomi bersama antara dua atau lebih perusahaan.
c) Waralaba. Merupakan salah satu
alternatif dalam diversifikasi yang merupakan strategi kerja sama berdasarkan
relasi kontraktual.
- Strategi Aliansi
Internasional
Alasan
menggunakan aliansi internasional :
a) Perusahaan multinasional
memiliki kinerja yang lebih baik daripada perusahaan yang hanya beroperasi
secara domestik saja.
b) Peluang-peluang untuk
tumbuh melalui akuisisi atau aliansi terbatas dalam negara asal perusahaan
tersebut.
c) Kebijakan pemerintah.
d) Membantu sebuah perusahaan
yang mentransformasi dirinya sendiri dalam kondisi-kondisi lingkungan yang berubah
dengan cepat.
- Strategi Aliansi Jaringan
Kerja
Jenis strategi jaringan kerja antara lain:
a) Jaringan Aliansi Stabil. Memiliki siklus pasar
dan permintaan yang mudah diprediksi.
b) Jaringan Aliansi Dinamis. Basis dalam
penggunaan strategi jaringan dalam industri dimana inovasi teknologi cepat
diperkenalkan secara berkala.
c) Jaringan Aliansi Internal. Dibentuk dalam sebuah
perusahaan yang memfasilitasi koordinasi produk dan keragaman global.
11. Penerapan
Aliansi Strategi di Indonesia, contohnya yang telah dilakukan Bank Muamalat:
Yang
dilakukan Bank Muamalat adalah melakukan aliansi strategis dengan seluruh
jaraingan kantor pos di Indonesia ketika meluncurkan dan menjual produk Shar-E.
Dengan berbagai kemudahan dan jaringan yang luas sampai ke tingkat kelurahan,
maka aliansi strategis dengan kantor pos menjadi solusi ampuh dalam
meningkatkan pasar perbankan syariah di Indonesia.
Memang,
Shar-E Card ditujukan untuk menjadi brand yang
dapat digunakan oleh mitra aliansi Bank Muamalat. Baik mitra yang berupa bank
maupun lembaga keuangan lainnya. Misalnya Shar-E Pegadaian, multi
finance, maupun bank-bank konvensional yang ingin mengelola dana nasabahnya
secara syariah tanpa harus membuka unit syariah, melainkan cukup dengan
beraliansi dengan Bank Muamalat. Selain itu, dengan berbagai kemudahan dan
jaringan yang luas, karena bekerjasama dengan kantor pos di seluruh daerah di
Indonesia, maka produk Shar-E akan bisa meningkatkan loyalitas nasabah Bank
Muamalat.
Agar
loyalitas nasabahnya terus meningkat dan sustainable, Bank Muamalat
juga berusaha untuk selalu memberikan berbagai kemudahan. Misalnya dengan
memberikan kemudahan kepada pemegang kartu Shar-E sehingga dapat mengaktivasi
nomor rekening pada kartu tersebut dan memiliki nomor rekening di Bank Muamalat.
Dengan kemudahaan tersebut, pengguna Shar-E juga dapat mengakses seluruh Debit
BCA dan memperoleh akses penarikan tunai secara halal dan free of
charge pada seluruh ATM BCA dan ATM Bersama.
Hal
ini sangat cerdas dilakukan Bank Muamalat mengingat tanpa perlu mengeluarkan
investasi yang besar untuk membuka cabang-cabang yang banyak dan mengadakan
mesin-mesin ATM, Bank Muamalat telah berhasil menjangkau masyarakat sampai
tingkat kelurahan.
Bentuk-Bentuk
Aliansi Strategik
1. Kontrak Non Tradisional
a) Kontrak kerjasama manajemen
b) Kontrak kerjasama operasi
KSO (Kerjasama Operasi) adalah perjanjian antara dua pihak atau
lebih dimana masing-masing sepakat untuk melakukan suatu usaha bersama dengan
menggunakan aset dan atau hak usaha yang dimiliki dan secara bersama menanggung
risiko usaha tersebut.
Contoh bentuk kerja sama operasi (joint operation) yang wajib untuk
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak:
PT ABC dan PT DEF membuat perjanjian kerja dengan pelanggan (pemilik
proyek). Untuk melaksanakan proyek tersebut, PT ABC dan PT DEF membentuk joint
operation. Dalam perjanjian kerja dengan pelanggan (pemilik proyek) diatur
bahwa semua transaksi penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak
kepada pelanggan (pemilik proyek) dilakukan atas nama joint operation.
Berdasarkan hal di atas:
·
Joint operation wajib dikukuhkan sebagai Pengusaha
Kena Pajak;
·
Atas penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena
Pajak kepada pelanggan (pemilik proyek), joint operation wajib menerbitkan
Faktur Pajak;
·
Apabila dalam rangka joint operation tersebut, PT. ABC
atau PT. DEF atas nama joint operation melakukan penyerahan langsung kepada
pelanggan (pemilik proyek), maka penyerahan tersebut dianggap sebagai
penyerahan dari PT. ABC atau PT. DEF kepada joint operation, sehingga PT. ABC
atau PT. DEF harus membuat Faktur Pajak kepada joint operation dan joint
operation membuat Faktur Pajak kepada pelanggan (pemilik proyek).
Contoh bentuk kerja sama operasi (joint operation) yang tidak wajib untuk
dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak:
PT X dan PT Y membuat perjanjian kerja sama dengan pelanggan (pemilik
proyek). Untuk melaksanakan proyek tersebut, PT X dan PT Y membentuk joint
operation. Namun demikian, dalam pelaksanaannya semua transaksi dan dokumentasi
terkait dengan perjanjian kerja sama dengan pelanggan (pemilik proyek) tersebut
secara nyata hanya dilakukan atas nama PT X.
Karena joint operation secara
nyata tidak melakukan penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau Jasa Kena Pajak
kepada pihak lain, maka dalam hal ini joint operation tidak wajib dikukuhkan
sebagai Pengusaha Kena Pajak.
1. Penyertaan/pertukaran modal
Penyertaan
modal yaitu suatu usaha untuk memiliki perusahaan yang baru atau yang sudah
berjalan, dengan melakukan setoran modal ke perusahaan tersebut.
2. Joint venture
3. Lisensi dan franchising
Lisensi adalah izin yang
diberikan oleh pemilik rahasia dagang kepada pihak lain melalui suatu
perjanjian berdasarkan pada pemberian hak (bukan pengalihan hak) untuk
menikmati manfaat ekonomi dari suatu rahasia dagang yang diberi perlindungan
dalam jangka waktu tertentu dan syarat tertentu. Lisensi menurut UU No 19 th 2002
tentang Hak Cipta Bab I Pasal 1 Lisensi adalah “izin yang
diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemegang Hak Terkait kepada pihak lain
untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak Ciptaannya atau produk Hak Terkaitnya
dengan persyaratan tertentu”.
Waralaba (Inggris: Franchising; Prancis: Franchise) untuk
kejujuran atau kebebasan adalah hak-hak untuk menjual suatu produk atau jasa
maupun layanan. Sedangkan menurut versi pemerintah Indonesia, yang dimaksud
dengan waralaba adalah perikatan dimana salah satu pihak diberikan hak
memanfaatkan dan atau menggunakan hak dari kekayaan
intelektual (HAKI) atau pertemuan dari ciri
khas usaha yang dimiliki pihak lain dengan suatu imbalan berdasarkan
persyaratan yang ditetapkan oleh pihak lain tersebut dalam rangka penyediaan
dan atau penjualan barang dan jasa.
Sedangkan menurut Asosiasi Franchise Indonesia, yang dimaksud dengan Waralaba ialah:Suatu sistem pendistribusian barang atau jasa kepada pelanggan akhir, dimana pemilik merek (franchisor)
memberikan hak kepada individu atau perusahaan untuk melaksanakan bisnis dengan
merek, nama, sistem, prosedur dan cara-cara yang telah ditetapkan sebelumnya
dalam jangka waktu tertentu meliputi area tertentu.
Selain pengertian waralaba, perlu
dijelaskan pula apa yang dimaksud dengan franchisor dan franchisee.
Franchisor atau pemberi waralaba, adalah badan usaha atau perorangan yang
memberikan hak kepada pihak lain untuk memanfaatkan dan atau menggunakan hak
atas kekayaan intelektual atau
penemuan atau ciri khas usaha yang dimilikinya. Franchisee atau penerima
waralaba, adalah badan usaha atau perorangan yang diberikan hak untuk
memanfaatkan dan atau menggunakan hak atas kekayaan intelektual atau penemuan
atau ciri khas yang dimiliki pemberi waralaba.
Waralaba yang dulu dikenal dengan
istilah franchise sekarang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun
2007 tentang Waralaba. Waralaba adalah hak khusus yang dimiliki oleh orang
perseorangan atau badan usaha terhadap sistem bisnis dengan ciri khas usaha
dalam rangka memasarkan barang dan/atau jasa yang telah terbukti berhasil dan
dapat dimanfaatkan dan/atau digunakan oleh pihak lain berdasarkan perjanjian
waralaba.
Waralaba dapat dibagi menjadi
dua:
a) Waralaba luar negeri, cenderung lebih
disukai karena sistemnya lebih jelas, merek sudah diterima diberbagai dunia,
dan dirasakan lebih bergengsi.
b) Waralaba dalam negeri, juga
menjadi salah satu pilihan investasi untuk orang-orang yang ingin cepat menjadi
pengusaha tetapi tidak memiliki pengetahuan cukup piranti awal dan kelanjutan
usaha ini yang disediakan oleh pemilik waralaba.
Kriteria tertentu yang dimaksudkan adalah syarat
mutlak untuk adanya waralaba, kriteria tersebut adalah :
a) Memiliki ciri khas usaha, artinya
suatu usaha yang memiliki keunggulan atau perbedaan yang tidak mudah ditiru
dibandingkan dengan usaha lain yang sejenis dan membuat konsumen selalu mencari
ciri khas di maksud. Misalnya sistem manajemen, cara penjualan dan pelayanan
dsb.
b) Terbukti sudah memberikan
keuntungan, maksudnya bahwa usaha tersebut berdasarkan pengalaman pemberi
waralaba yang telah dimiliki kurang lebih 5 ( lima ) tahun dan telah mempunyai
kiat – kiat bisnis untuk mengatasi masalah – masalah dalam perjalanan usahanya,
terbukti masih bertahan dan berkembangnya usaha tersebut dengan menguntungkan.
c) Memiliki standar atas pelayanan
dan barang dan/atau jasa yang ditawarkan yag dibuat secara tertulis, dimaksud
dengan standar atas pelayanan dan barang dan/atau jasa yang ditawarkan yang
dibuat secara tertulis adalah supaya penerima waralaba dapat melaksanakan
usaha dalam kerangka kerja yang jelas dan sama ( standard operational procedure
).
d) Mudah diajarkan dan di
aplikasikan, maksudnya usaha tersebut mudah dilaksanakan sehingga penerima
waralaba yang belum memiliki pengalaman atau pengetahuan mengenai usaha sejenis
dapat melaksanakannya dengan baik sesuai dengan bimbingan operasional dan
manajeman yang berkesinambungan yang diberikan oleh pemberi waralaba.
e) Adanya dukungan yang
berkesinambungan, yaitu dukungan dari pemberi waralaba kepada penerima
waralaba secara terus – menerus seperti bimbingan operasional, pelatihan, dan
promosi.
f) Hak kekayaan intelektual yang
telah terdaftar, adalah HKI yang terkait dengan usaha seperti merek, hak cipta,
paten, dan rahasia dagang, sudah di daftarkan dan mempunyai sertifikat atau
sedang dalam proses pendaftaran di instansi yang berwenang.
Menurut Abdulkadir Muhammad, melalui system Franchise
ini, kegiatan usaha kecil di Indonesia dapat berkembang secara wajar dengan
menggunakan resep, teknologi, kemasan, manajemen pelayanan dan merek
dagang/jasa pihak lain dengan membayar sejumlah royalty berdasarkan lisensi
franchise.
Di Indonesia, sistem waralaba mulai dikenal pada tahun 1950-an,
yaitu dengan munculnya dealer kendaraan bermotor melalui pembelian lisensi.
Perkembangan kedua dimulai pada tahun 1970-an, yaitu dengan dimulainya sistem
pembelian lisensi plus, yaitu franchisee tidak sekedar menjadi penyalur,
namun juga memiliki hak untuk memproduksi produknya. . Agar waralaba dapat
berkembang dengan pesat, maka persyaratan utama yang harus dimiliki satu
teritori adalah kepastian hukum yang mengikat baik bagi franchisor
maupun franchisee. Karenanya, kita dapat melihat bahwa di negara yang
memiliki kepastian hukum yang jelas, waralaba berkembang pesat, misalnya di AS dan Jepang. Tonggak kepastian hukum akan format waralaba di Indonesia dimulai pada tanggal 18 Juni 1997, yaitu dengan dikeluarkannya Peraturan
Pemerintah (PP) RI No. 16 Tahun 1997
tentang Waralaba. PP No. 16 tahun 1997 tentang waralaba ini telah dicabut dan
diganti dengan PP no 42 tahun 2007 tentang Waralaba. Selanjutnya
ketentuan-ketentuan lain yang mendukung kepastian hukum dalam format bisnis
waralaba adalah sebagai berikut.
a) Keputusan Menteri Perindustrian
dan Perdagangan RI No. 259/MPP/KEP/7/1997 Tanggal 30 Juli 1997 tentang
Ketentuan Tata Cara Pelaksanaan Pendaftaran Usaha Waralaba.
b) Peraturan Menteri Perindustrian
dan Perdagangan RI No. 31/M-DAG/PER/8/2008 tentang Penyelenggaraan Waralaba.
c) Undang-undang No. 14 Tahun 2001
tentang Paten.
d) Undang-undang No. 15 Tahun 2001
tentang Merek.
e) Undang-undang No. 30 Tahun 2000
tentang Rahasia Dagang.
4. Konsorsium
Konsorsium adalah himpunan beberapa pengusaha yang mengadakan usaha
bersama. Perjanjian konsorsium harus memenuhi, setidaknya
hal-hal sebagai berikut:
Mencantumkan judul dan nomor proses pengadaan/kontrak
serta organisasi Chevron yang melakukan proses pengadaan ini secara tepat dan
benar.
a) Mencantumkan nama dari
Konsorsium.
b) Mencantumkan nama Leader dari
Konsorsium dan anggotanya beserta alamat masing-masing. Leader harus diberi
wewenang untuk dapat mewakili konsorsium dihadapan pihak ketiga dan di
pengadilan.
c) Mencantumkan peran dan
tanggungjawab dari masing-masing anggota konsorsium pada proses
pengadaan/kontrak ini.
d) Mencantumkan besarnya prosentase
(%) kepemilikan/kontribusi dari setiap anggota Konsorsium.
e) Mencantumkam klausul yang
menyatakan bahwa “Terlepas dari pembagian tanggunjawab kerja, dan/atau operasi,
dan/atau keuangan antara Para Pihak dalam Perjanjian Konsorsium ini, Para Pihak
dari perjanjian Konsorsium akan bertanggung jawab secara bersama-sama dan
tanggung menanggung (tanggung renteng) kepada (sebutkan nama entitas Chevron
yang melakukan proses pengadaan ini) dan kepada siapapun mereka membuat
perjanjian-perjanjian untuk pelaksanaan penyerahan barang/jasa sesuai
PO/Kontrak untuk _________ref.proses pengadaan No.______ dengan (sebutkan nama
entitas Chevron yang melaksanakan proses pengadaan ini), jika ditunjuk sebagai
pemenang prose pengadaan ini.”
f) Mencantumkan klausul yang
menyatakan bahwa: “Dalam hal suatu konsorsium dilakukan dengan Perusahaan
Nasional dan/atau dengan Perusahaan Asing, perjanjian Konsorsium harus
mencantumkan program alih teknologi dari anggota Konsorsium Asing kepada
Perusahaan Dalam Negeri anggota Konsorsium dan pernyataan bahwa Perusahaan
Dalam Negeri akan mengerjakan minimal 30% (tiga puluh persen) pelaksanaan
pekerjaan berdasar ukuran nilai kontrak serta minimal 50% (lima puluh persen)
pelaksanaan fisik jasa pengerjaan berdasarkan ukuran nilai jasa pengerjaan akan
dikerjakan di wilayah negara Republik Indonesia.
g) Mencantumkan masa berlaku
perjanjian Konsorsium yang setidaknya harus hingga berakhirnya penyerahan
Barang/Jasa dan masa jaminannya (jika ada) dalam PO/Kontrak dengan (sebutkan
nama entitas Chevron yang melaksanakan proses pengadaan ini) dan pemutusan atau
keluarnya setiap anggota konsorsium tidak akan dengan cara apapun meniadakan
atau membatasi tanggungjawab dari anggota yang keluar tersebut dan Konsorsium
terhadap (sebutkan nama entitas Chevron yang melaksanakan proses pengadaan
ini).
h) Informasi Bank untuk pembayaran
invoice.
i)
Alamat surat menyurat.
Dasar Hukum Pembentukan
Konsorsium
Konsorsium atau yang biasa di kenal dengan Joint
Operation (non integrated system/non-administrative/bukan
badan hukum) adalah suatu kesepakatan bersama subjek hukum untuk melakukan
suatu pembiayaan, atau kesepakatan bersama antara subjek hukum
untuk melakukan suatu pekerjaan bersama–sama dengan porsi-porsi pekerjaan
yang sudah ditentukan dalam perjanjian. Konsorsium dalam Hukum Dagang dikenal
dengan Persekutuan Perdata (Maatschap). Persekutuan perdata ( Maatschap)
bukanlah suatu badan hukum atau rechtpersoon, melainkan hanya dilahirkan dari
perjanjian-perjanjian para pendirinya saja
(subjek-subjek Hukum). Konsorsium bisa dilakukan antara
perusahaan-perusahaan lokal atau pun perusahan lokaldengan perusahaan asing.
alah satu !ontoh yang dapat kita lihat untuk konsorsium antara perusahan
lokal dengan asing adalah dalam kasus tender pengadaan kapal pendukungkegiatan
lepas pantai jenis liquefied petroleum gas floating storage and
offloading (LPG & FSO).
0 komentar:
Posting Komentar